<body> <body>

4th Page. Letter for Her.10:13 PM
Wednesday, September 30, 2009

(merobek kertas)

"AAARGH!"

"EVERY LLEWELYN-LEE."

Teriakanku membahana ke seluruh ruangan—bukan teriakan kesal atas nama yang kuucapkan, nama yang begitu kucintai walaupun cinta itu tidak akan terbalas—WALAUPUN dia masih hidup. Aku tahu aku tidak ada apa-apanya dibandingkan Lane yang sekarang sudah pergi—terkadang aku penasaran, apa Ev kembali padaku ketika Lane pergi? Atau malah dia berpaling ke lelaki keren lainnya? Aku terlalu banyak berharap, seperti masih sering saja ke nisannya setiap libur musim panas—bahkan sekarang ketika libur musim dingin, aku pasti akan menyempatkan diri untuk bercerita pada nisannya. Benar-benar menyenangkan...

...aku masih merasa dia menenangkanku, entah darimana.

Mungkin hanya perasaan semata.

(melirik buku diary)

Mungkin cara itu bisa kucoba.

(menarik bangku, membuka halaman baru)

(mulai menulis)

Dear Ev,

Rasanya sudah lama, ya? Sejak aku memasuki tahun ketiga—mungkin itu sebelum aku mendapatkan surat kenaikan kelas dari Hogwarts. Oh iya—seperti yang kuceritakan padamu, akhirnya aku jadian dengan Izarra. Kelas empat tidak ada yang menarik—ah, pokoknya hari-hari tanpamu benar-benar terasa berbeda, aku tidak bisa lagi melihatmu yang selalu ceria, dengan tampang imut memanggil namaku—padahal dulu kau sama sekali tidak bisa mengingat namaku.

Aku kangen bagaimana kau memanggilku—rasanya walaupun kesal ketika kau malah melirik Lane. Tapi seperti yang pernah kuceritakan juga, sayang sekali Lane pergi dari Hogwarts—padahal aku selalu kagum pada permainan Quidditchnya. Aku sempat takut ketika harus berhadapan dengan Ravenclaw, tapi sepertinya kapten Windstroke tidak bisa diremehkan sama sekali! Ia selalu membawa kami pada kemenangan. Berarti Gryffindor sudah memenangkan piala tiga tahun berturut-turut sejak aku masuk tim.

Wow, keren sekali, kan?

Aku jadi kagum dengan kapten Widnstroke—sungguh, warna emas yang dipakainya untuk mewarnai kanvas hatiku benar-benar membekas. Seperti yang kukatakan, warna emas—aku tidak mencintainya kok, tenang saja. Oh ya, aku akhirnya dipilih jadi Prefek! Keren, kan? Tapi entah kenapa aku tidak yakin mengenai pilihannya, entah kenapa tidak percaya diri mendapatkan lencana ini—terlalu berat, aku bahkan tidak mau memakainya. Ujian OWL juga sudah dekat, harus berusaha! Enaknya tidak ikut ujian, aku iri padamu, Ev.

Oh iya, awal tahun aku tidak sengaja melakukan kesalahan—memalukan sekali mendapatkan detensi di hari pertama dilantik jadi Prefek! Ketua Murid kita, Kyara L Cheeta benar-benar tegas! Berarti ini detensi keduaku setelah berusaha menggoda prefek Ziegmowit. Yang ini sih katnaya karena aku mabuk—memang sih...tapi aku tidak tahu bisa sampai mabuk, tidak biasanya seperti itu.

(menggigit pensil)

"What else...?"

(terdiam)

"Oh."

(kembali menulis)

Oh ya, aku pernah bilang kalau aku kaget ternyata Izarra mengikuti acara entahlah-apa-namanya, kalau tidak sama sih 'Take Me out'. Dilihat dari namanya, kau tahu kan acara itu untuk apa? Aku benar-benar kesal, dia pikir aku ini apa? Dia pikir aku ini pajangan untuk berjalan bersamanya atau sekuriti yang bisa menjaganya? Tsk, coba kau masih ada—apa kau akan memperlakukan aku seperti itu? Argh, lama-lama aku malas hidup juga dan mau menyusulmu.

.
.
.
.
.

Tidak kok, aku bercanda. Aku mau hidup untukmu—sebab nanti kita bisa bertemu lagi, kan?

Ah sudah ya—sepertinya aku terlalu bersemangat.

(merobek halamannya)

"Love you, Ev."

Aku mengambil korek dan mulai menyalakan api sehingga sinar jingga tersebut menari-nari dengan indahnya. Kubakar ujung kertas yang kutujukan ke Ev—membiarkan kertas tulis tersebut dimakan api perlahan-lahan sehingga berubah menjadi abu berwarna hitam dan abu-abu. Mataku hanya memperhatikan sampai rasa panas mulai menjalar di jariku—reflek kulepaskan kertas tersebut sehingga jatuh di atas lantai kamarku, untung apinya sudah mati.

Aku tidak mau rumahku terbakar—kalau hanya kamarku sih tidak apa, toh berarti memang sudah saatnya aku bertemu dengan Ev.

Kuambil sisa kertas yang tidak terbakar, menampilkan tulisan 'Dear Ev,' yang memang berada di ujung. Setelah sedikit tertawa geli, aku kembali menyalakan korek dan membakar seluruh kertas tersebut. Jangan sampai suratku tidak sampai untuknya.

Labels: , ,


3rd Page8:21 AM
Sunday, August 23, 2009

Mimpi itu tidak lagi menghantuiku—mimpi yang sudah berhari-hari terus membuatku terbangun tengah malam sambil berkeringat dingin dan membuat tubuhku mati rasa semua. Makin hari makin parah, kulihat kematianku sendiri di masa lalu yang benar-benar—

—aku tidak mau memikirkannya.

(menggigit pensilnya)

"Lalu..."

(wajah merona merah)

Euh—sudah ditulis kalau aku...ehm...diterima jadi pacarnya Izarra? Oke, itu topik yang sangat penting bagiku karena dia itu benar-benar...katakanlah, sangat berharga. Oh well, ini bukuku dan tidak akan ada yang protes tentang semua hal yang kutulis, kan?

Walaupun Izarra menerimaku, entah kenapa aku masih agak gusar—rasanya 'kurang'. Yah, apapun itu aku tidak akan menuliskannya sebab aku sendiri juga takut untuk memikirkan hal itu.

Lebih baik ganti topik mengenai Stupid Cupid yang diadakan lagi oleh Prefek Lovecraft—keren, walaupun idenya agak membosankan karena hanya itu-itu saja, mengirimkan surat dan... Done. Walaupun aku tidak bisa mengelak kalau aku dibilang mengirimkan 15 surat dan menghabiskan 45 Sickle hanya untuk perkamen yang biayanya bisa lebih murah kalau aku yang kirimkan sendiri. Ah well, kebanyakan dari surat-surat itu aku tidak begitu serius, hanya satu-dua...

Let's see... Untuk Izarra, Ev, Windstroke—untuk kapten, bukan surat cinta. SERIUS—dan juga Lazuardi yang...

Aku sedikit menyesal bertemu dengannya di Diagon Alley waktu itu, rasanya ingin kuberitahu ke Cromwell-Kern tentang keadaan babunya itu, tapi rasanya tidak etis kalau mengatakan bahwa Lazuardi mengidap kanker darah.

Yah... Semoga saja Lazuardi berumur panjang. Doaku besertamu—walaupun aku ini agnostik.

(melamun)

(agak tersadar)

Oh iya, kira-kira apa reaksi Sirius tentang surat iseng yang kuberikan padanya ya? Seratus persen iseng, hanya ingin tahu saja reaksinya ketika mendapatkan surat sejenis itu, apa wajah kramnya akan berubah menjadi lucu?—Haha, sepertinya jiwa usilku tidak bisa diam kalau ada hal yang berurusan dengan hal itu.

Labels: , ,


2nd Page6:58 PM
Thursday, May 28, 2009

(membuka buku)

(memegang pensil dan mulai menulis)

Kemarin aku bermimpi—aku berdiri di depan cermin.

Aku melihat sosokku berdiri di sana—namun bukan sosokku yang sekarang, yang terpantul adalah sosokku saat...berapa tahun yang lalu? Yang jelas kedua mataku masih berfungsi dengan baik. Ketika aku mengangkat tanganku, sosok itu mengikutinya, membuatku semakin yakin bahwa di hadapanku hanyalah sebuah cermin. Kugerakkan tanganku untuk menyentuhnya—

—hangat.

Seketika itu juga, aku bangun.

Hal itu tidak pernah kuceritakan pada Ed ataupun pada kedua orangtuaku—mereka tidak mungkin mengerti, ini mimpiku! Mana mungkin dimengerti orang lain kalau aku saja tidak mengerti? Sepertinya aksi bungkam itu bukan suatu hal yang buruk. Buktinya mereka tidak sadar kalau aku punya masalah—kita kesampingkan Ed yang sepertinya memiliki indra keenam dalam masalah ikut campur hal-hal yang dialami olehku. Semoga saja guratan pensil ini bisa menghilangkan masalahku.

Oh iya, aku jadi ingat para juniorku. Walaupun kemunculanku agaknya memalukan, setidaknya aku puas mendapatkan satu junior yang—ehem—seksi—ehem—dan manis.

(berhenti menulis)

"Sudahan ah."

(menutup buku dan berjalan keluar kamar)

Kelas tiga ini belum menyenangkan selain masalah junior, walaupun aku yakin di antaranya ada junior yang menyebalkan—tapi daripada menambah masalahku lebih baik mereka tidak kupedulikan, Hogwarts terlalu lebar untuk diperhatikan satu-persatu. Lbeih baik terfokus pada beberapa orang, iya tidak? Seperti halnya junior seksi yang akan ikut Quidditch, fufufu—kalau begitu aku semakin semangat deh ikut Quidditch. Sudah ada dia ditambah junior seksi.

...

Aku mengerti kenapa laki-laki pirang pucat itu mengataiku mesum. Mungkin sebaiknya kubuang koleksiku yang kuletakkan di rak buku baris dua dari atas, mungkin akan cukup berpengaruh pada gaya pikirku. Aku khawatir kalau dia mungkin merasa risih.

(tiba di lapangan)

(mengambil bola basket dan melemparnya ke dalam ring)

"Ck, tidak masuk."

Well, aku memang bukan pemain basket sih, olahraga yang kuikuti hanya Quidditch. Habisnya di Hogwarts juga jenis olahraganya tidak banyak, hanya Quidditch, Quidditch, dan Quidditch. Hanya itu saja, namun satu olahraga itu cukup merepotkan karena lumayan sering melakukan pertandingan dan apalagi kapten yang sekarang cukup iblis untuk menyuruh mereka semua lari keliling lapangan sedangkan dirinya hanya ongkang-ongkang kaki di kursi cadangan. Oh well, tidak bisa dibantah karena sang kapten termasuk pemain hebat yang bisa menempati segala posisi; Chaser, Seeker, Beater, dan juga Keeper.

Wow. All-rounder.

(melempar bola bundar oranye itu lagi)

"Masuk..."

Aku jadi kepikiran mimpiku. Sebenarnya itu apa sih? Jangan bilang itu adalah ingatan masa kecilku yang terlupakan dan sekarang membayangiku—halah, seperti cerita-cerita di layar lebar saja. Lagipula aku positif kok kalau hidupku itu biasa-biasa saja, tidak seperti mereka-mereka yang memiliki masalah. Seperti...kehancuran keluarga? Kehilangan orang tua? Kehidupanku biasa-biasa saja dan orang tuaku lengkap. Apalagi yang menghantuiku?

Jujur. Aku penasaran.

(melenggang pergi, hendak kembali ke rumah)

Labels: , ,


1st Page6:03 PM
Saturday, May 23, 2009

Dear—wait, it sounds sucks.

And gay.

Oke, aku bukan seorang laki-laki yang cengeng yang hobi menulis sesuatu di dalam bukunya dan membasahi bantal. But still, sekali-sekali mengeluarkan apa yang ada di dalam hati itu tidak selamanya buruk, kan? Jadi mungkin ide untuk sesekali bercerita tentang perasaan tidak salah...

Pertama, tentang musim panas tahun 1981 ini.

(menghela nafas)

Kematian.

(terdiam, mengacak rambut)

Jujur saja, satu kata itu benar-benar bukan satu kata yang indah untuk memulai hal yang sangat suci sampai-sampai disebut liburan(holiday). Aku tidak tahu dapat berita darimana pastinya, hal selanjutnya yang kutahu adalah aku berada di depan makamnya. Rasanya menyesal setengah mati—padahal jujur saja, dipikir-pikir lagi sebenarnya tidak ada yang perlu disesalkan. Sesuai pedoman hidupku sebelumnya, kalau memang tidak bisa kumiliki—untuk apa kucintai?

Sialnya, kalimat itu tidak bisa membekukan otakku dari memikirkan sosok—ehem—cebol—ehem—yang mengisi setengah tahunku dengan kebahagiaan. Bukannya ingin terpuruk dengan masa lalu terus, setidaknya mengenang sosoknya juga tidak apa-apa, bukan? Ia sudah mati secara raga, apabila aku melupakannya—bisa jadi ia juga mati secara jiwa, bukan? Oh well, tapi aku tidak mau terikat dengannya terus-menerus kok. Walaupun aku tidak akan pernah membubuhkan gelar 'mantan' di depan titel 'pacar'. Kami belum—dan tidak akan—putus secara resmi.

(tersenyum kecil)

Masalah pacar yah...

(bertopang dagu)

Sebenarnya aku jadi teringat ucapanku saat masih menjabat sebagai murid Tahun Pertama. Yayaya, aku masih ingat dengan cita-cita sebagai 'pengembara gitar' yang tidak akan terpaut pada satu gadis saja, tapi mau apalagi? Gadis itu sudah keburu merebut hatiku dan...takdir tak dapat kutolak, jadinya ya aku jatuh cinta dengannya. Nah, bahkan di saat-saat kebimbangan itu—muncul satu gadis yang membuatku tergila-gila dengannya. Bahkan dari tahun lalu—aku sampai berusaha agar dia berpaling padaku. Entah usahaku sia-sia atau tidak, semoga saja tidak.

Takdir itu kejam, Dewi Fortuna kemana sih?

(menyandarkan kepala di atas meja)

Eh eh, ingat pacar sejujurnya aku langsung ingat 'itu'. Kejadian di ruang kosong—aku benar-benar tidak ingat soal itu! Tapi rasanya...mungkin tidak sih? Oke, sebaiknya dilupakan saja—sudah banyak korban berjatuhan akibat hal itu dan aku sendiri tidak mau mengingat kejadian sebenarnya berdasarkan cerita orang. Terlalu horror, bahkan cukup mendengarnya atau bahkan mengingat ceritanya aku saja sudah bergidik seram dan...mual.

(merinding)

Humn... Apa yang sebaiknya kutulis lagi ya?

(menggigit pensil)

Well, mungkin segini saja cukup untuk mula-mula. Nanti tidak ada yang bisa diceritakan di halaman berikutnya deh.

Labels: , ,


Jose F. Dawne6:00 PM

General Information
Nama Lengkap: Jose Freeman Dawne
Nama Panggilan: Jose, Freeman, Dawne [What else? Do you expect 'Josie' instead?]
Statud Darah: Pureblood
Status Bangsa: Inggris [akan berpindah ke Meksiko kalau sudah cukup umur], blasteran Itali-Meksiko
Tongkat Sihir: Birch 30 cm dengan inti jantung naga Skotlandia
Sekolah: Hogwarts, Gryffindor

Family
Ayah:
Alfonso Vodka Dawne - Pureblood
Pindahan dari Itali yang merupakan lulusan dari Hogwarts, Slytherin. Seorang apatis yang memiliki nilai cemerlang, awalnya membenci Muggleborn namun disadarkan oleh Esme.
Ibu: Esmeralda Flora Dawne [Maiden name : Esmeralda Flora Crisanta] - Pureblood
Pindahan dari Meksiko yang juga merupakan lulusan dari Hogwarts, Slytherin. Entah apa yang membuat Topi seleksi menaruhnya di asrama Slytherin, yang cenderung kontras dengan sifatnya yang sangat ceria dan kekanak-kanakan.
Saudara:


Personal Details
Ciri fisik: Warna mata hitam pekat (senada dengan batu obsidian), mata kanannya buta, rambut hitam jabrik, tubuh kekar berisi.
Personaliti: Bebal, keras kepala, egois, susah menyerah, suka bercanda walaupun sering kelewatan, tidak mempedulikan status darah. Di sisi lain, dia penakut dan cengeng.
Bakat dan kekurangan: Mahir dalam olahraga (Quidditch) apalagi semenjak kehilangan mata kanannya. Sangat buruk dalam penggunaan mantra dan sebangsanya (kegiatan mengayunkan tongkat). Berbakat dalam urusan musik dan lumayan dalam urusan minum (walaupun langsung mabuk kalau menegak minuman keras dalam jumlah banyak).
Sejarah hidup: Anak sulung dari dua bersaudara laki-laki, walaupun sebenarnya ia merupakan anak tengah dan memiliki kakak kembar yang sudah meninggal (namun terhapus dari ingatannya karena shock). Ayahnya adalah murid yang cukup berprestasi dan hendak menjadi Auror kalau saja tidak terikat dengan ibunya yang dianggap blood-traitor. Akhirnya ayahnya bekerja dalam bisnis muggle dan berhasil menghidupi anak-anaknya sampai sekarang dalam kelimpahan. Menghindari kemanjaan anaknya, ayahnya melatih mereka berdua untuk mandiri sejak dini yang malah membawa efek negatif alih-alih positif. Mungkin mereka bisa dibilang mandiri dan sanggup bekreja individual, namun tidak bisa dipungkiri kalau Jose jadi agak egois dan terkadang sangat manja apabila bersama orang yang disayanginya. Begitupula dengan Ed yang memiliki hobi cukup aneh

Kesukaannya terhadap alat musik disebabkan oleh ibunya yang memang mencintai musik—dan bunga—mengajarinya bahwa musik bisa mengekspresikan perasaan jauh lebih dalam daripada perkataan semata. Awalnya ia diajari biola dan piano, namun sekali ia melihat instrumen seksi yang dinamai 'gitar', ia langsung tertarik dan meminta ibunya untuk mengajarinya. Namun sayangnya sang ibu tidak bisa, untung sang kolega ayahnya bersedia mengajarinya. Kesukaannya makin berkembang seiring berjalannya waktu dan sekarang ia tampak sangat akrab dengan yang namanya 'gitar'.

Mengaku akan menjadi pengembara bergitar yang tidak akan terlibat cinta—yang sekarang terjebak dalam kalimatnya sendiri dan memuja seorang gadis. Sifatnya banyak berubah semenjak dua tahun di Hogwarts, awalnya Jose meremehkan hal abstrak yang tidak nyata—namun dengan lulusnya dua seniornya ditambah kematian salah seorang yang berharga baginya, sifat kerasnya perlahan-lahan luntur dan mulai menyimpan kenangan dan menghargai 'perasaan saat itu'. Sekarang mengejar-ngejar Izarra O. Maraschine

Misc.
Visualisasi: Brian Elwin Haner, Jr.

Labels: , ,


intro


the-rain-lover ;
i always there for you
keep trying to put a smile on your face
to see the rainbow in you
& realize that's the happiest moment in my life

My Profile
Sun at Dawn
ordinary apathetic human that has someone to be cared about. self-proclaimed as matahari(sun) based on someone opinion.


wishes

-Her smile. Only.


dawn- it's time

i couldn't stop missing you.


hujan
kehidupan
nyanyian
rumput
merpati
sandal jepit
rusa


MISC
music;avenged sevenfold



ShoutMix chat widget

LEAVE A NOTE!
nothing special
ARCHIVES
  • May 2009

  • August 2009

  • September 2009


  • CREDITS
    x x x x